Rasanya sulit
untuk memjamkan mata malam ini barang sedetik pun. Sebenarnya bukan hanya malam
ini saja, malam-malam sebelumnya pun mataku sulit terpejam. Sebenarnya bukan
hanya malam-malam sebelumnya saja,
malam-malam sebelum-sebelumnya pun diriku selalu terjaga sampai-sampai malamnya
sendiri pun lelah, lelah karena harus selalu menyediakan ruang bagi sebagian
makhluk “penggemar” insomnia. Bagi sebagian makhluk insomnius (anggap saja ini sebutan bagi para “pengidap” insomnia) seperti
diriku, suasana malam yang sunyi dan sepi sangat mubadzir bila hanya digunakan
untuk mendengkur di atas badan kasur. Seperti wanita cantik, suasana malam
menjelang pagi pun sangat pantas untuk dinikmati dan dijamah. Cara menikmatinya
pun bisa dengan berbagai macam cara, bisa dengan cara merenungkan kejadian
seharian, seminggu yang lalu, sebulan yang lalu, bahkan bisa bertahun-tahun
yang lalu, atau bisa juga menulis tentang…?? tentang apa saja… politik, sepak
bola, budaya, ataupun tulisan-tulisan bergenre sampah macam tulisan yang sedang
engkau baca ini. Toh sampah pun ada yang berguna, barangkali tulisanku bisa masuk
salah satu kategori sampah yang bisa dimanfaatkan atau di daur ulang.
Kembali ke
tema penulisan, (ah, kalimat-kalimat
ilmiah keparat itu selalu saja memenuhi ruang fiksiku). Maksudku, kembali
ke pembahasan, (ah, salah lagi). Maksudku
kembali ke pembicaraanku mengenai insomnia atau dalam bahasa gaulnya begadang,
setidaknya para pelakunya telah berjasa, berjasa karena mereka telah membuat
malam tetap hidup ditengah-tengah jutaan makhluk yang terkapar dan tidak
berdaya.